Saturday, May 28, 2005
From "Darah"
Aku tak mampu melihat apa yang ada di antara kaki-kaki itu. Merah. Biru. Cat air yang kental menggumpal, membaur tak terpisahkan. Darah beragam rupa, mirip teh pekat, sirup, stroberi, jeli. Ibu berteriak. Suaranya sepedih serigala kesepian.
Seorang anak kecil berdiri di pinggir pintu. Ia berseragam sekolah, berambut pendek, membawa ransel kecil di punggungnya.
(aku di sini bu di sini DI SINI)
Anak perempuan itu tengah berteriak dalam ruang hampa.
"Siapa kamu?" tanyaku bodoh.
Ah, tak perlu. Tak perlu.
Anak itu terpaku melihat darah di antara kedua kaki ibunya. Darah yang mengalir tanpa muara, terlalu kuat, terlampau hebat, membunuh Ibu. Apakah adiknya keluar dari kelopak mawar yang membuka itu?
Adiknya yang tak menangis. Adiknya yang tiada.
(beruntungnya dirimu, adikku beku, tak terpisahkan dengan ibu sementara aku menggelandang rumahku hilang)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment